Gubernur Tidak Bisa Menyalahkan PKS Secara Sepihak Untuk Mentaati Permentan
Bengkulu, Penasumatera.co.id – Kontroversi Direktorat Jendral Pertanian (Dirjenbun) dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018 dalam menyikapi anjloknya harga Tandan Buah Sawit (TBS) pejabat nihil solusi.
Mengapa demikian. Dirjenbun, Gubernur dan Bupati mengeluarkan surat ancaman terhadap Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tak taat Permentan sebenarnya menunjukkan ketidakpahaman merek sendiri terhadap substansi Permentan. Ujar Edy Mashuri Ketua Ikatan Petani Sawit Mandiri (IPSM) Provinsi Bengkulu, pada Selasa (10/05/2022).
Menurut saya, perusahaan tak bisa disanksi dikarenakan tak ada perjanjian kerjasama dengan kelembagaan pekebunan (kemitraan) yang terikat minimal 10 tahun diketahui Kepala Daerah melalui Kepala Dinas, terang Edy mengutip pasal 10 Pergub 64 Tahun 2018 serta pasal 4 Permentan 1 Tahun 2018, dan juga berapa persen PKS yang bermitra.
Apakah PKS bermitra tidak membeli buah non mitra, sementara ketentuan TBS non mitra ini tidak ada dalam Permentan. Sebaliknya jika PKS menerima TBS non mitra maka saat buah melimpah PKS harus mengutamakan TBS mitra, menolak TBS non mitra. Jadi pertanyaan kita mau di jual kemana TBS non mitra tersebut.
Tidak adanya perjanjian kemitraan membuat pabrik kewalahan menghitung presentase TBS Tenera dan Dura serta rendeman. Sehingga pabrik tidak bisa membedakan harga setiap kualitas TBS, jelasnya.
Masih disampaikan Edy Mashuri, dalam hal ini sudah berapa banyak dan seberapa luasan kemitraan kebun yang difasilitasi oleh Bupati, Walikot atau Gubernur. Apakah ini sudah memenuhi kapasitas terpasang PKS, jika hal ini belum terlaksana maka Gubernur tidak bisa sepihak menyalahkan PKS secara sepihak untuk mentaati Permentan.
Perlu diketahui, mayoritas PKS beli TBS via suplier, toke, pemilik DO, tengkulak, dan pedagang pengumpul yang tidak ada aturannya dalam Permentan. Nah, tidak bisa diasumsikan sebagai kelembagaan pekebun karena tidak ditumbuh kembangkan dari, dan oleh pekebun untuk memperkuat dan memperjuangkan kepentingan pekebun. Juga beberapa pekebunan kerap kali komplain dengan selisih harga para perantara ini dengan harga pabrik”.
“Dan lagi mayoritas TBS petani tidak sesuai dengan syarat penerimaan TBS dipabrik pengolahan sehingga dikenakan potongan. Kenyataan di lapangan TBS yang memenuhi persyaratan tidak pernah mendapat insentif 4 %, malah tetap dikenakan potongan”, jelasnya menambahkan.
Mengutip dalam Surat Dirjenbun No 265/KB. 020/E/04/3022 Tanggal 25 April 2022 perihal harga TBS pasca pengumuman Presiden tentang pelarangan ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein, dimana dalam Point 1, PKS hanya bisa di sanksi hanya bila melanggar pasal 17 Permentan. tidak ada larangan PKS menetapkan harga beli TBS secara sepihak.
Lanjutnya. Point 2, Terjadi salah pengertian antara petani sawit dengan PKS dalam mentafsir kata bahan baku migor, CPO dan RDB Palm Olein. alhamdulliah saat ini sudah di ralat dan tidak ada lagi keraguan, kemudian, Point 3 Menurut Permentan, tidak ada sanksi yang bisa dijatuhkan bila PKS membeli TBS dengan harga di luar tetapan tim penetapan harga TBS Provinsi. Kecuali sudah diatur dalam Pergub masing-masing Provinsi.
Jadi pengawasan terhadap penerapan penetapan harga TBS produksi pekebun dilakukan oleh Gubernur yang dilaporkan kepada Menteri melalui Dirjenbun, bukan oleh Bupati, sampainya.
Catatan, kemitraan antara pekebun dan PKS adalah akar permasalahan yang tidak pernah diselesaikan hingga saat ini. Profesor Ponten Naibaho, pakar penentuan harga TBS sawit mengatakan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 1/2018 tidak bisa dipakai untuk menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani swadaya. Itu karena tidak seragamnya prosesing TBS petani. Hal ini di sampaikan saat FGD Tata Niaga TBS Kelapa Sawit yang diselenggarakan Apkasindo, di Grand Suka Hotel, Rabu 25 Juli 2018. Tutup Edy Mashuri. (yapp)